Bongkahan batu-batu besar dengan ragam bentuk estetis berdiri kokoh di sepanjang jalan di Madain Saleh, sekitar 470 kilometer dari Madinah, Arab Saudi. Lokasi ini disebut-sebut sebagai tempat tinggal kaum Tsamud, umatnya Nabi Saleh yang Allah SWT musnahkan akibat keingkarannya.Kaum Tsamud yang juga disebut Ashab al-Hijr atau penduduk di batu ini memang diakui dalam Alquran sebagai bangsa yang ahli dalam memahat gunung berbatu. Mereka hidup pada abad ke-8 sebelum masehi, sekitar tahun 800 SM. Melihat tekstur bangunan yang sedemikian rupa pastinya menggoda aatau menggelitik hasrat untuk tampil selfie atau bahkan welfie dengan background panorama tersebut seolah kita sedang berada di zaman mesir kuno. Eiit awas....dibalik keindahan tersebut ternyata ada beberapa larangan yang Nabi shalallahu'alaihi wasallam peringatkan kepada umatnya akan lokasi tersebut. untuk mengetahui warning dari baginda Rasul, yuk kita simak ulasan berikut:
Tsamud, adalah nama qabilah yang sangat terkenal. Nama ini diambil dari nama moyang mereka, yaitu Tsamud saudara kandung Judais, keduanya adalah anak Abir bin Iram bin Sam bin Nuh yang tinggal di gunung yang terletak di antara tanah Hijaz dan Tabuk. Kaum ini muncul setelah binasanya kaum ‘Aad, dan mereka pun adalah kaum penyembah berhala seperti pendahulunya tersebut. Maka, Allah Ta’ala mengutus seorang Nabi untuk mereka dari kalangan mereka sendiri. Kaum Tsamud sendiri menempati sebuah lembah bernama lembah Hijr. Disanalah mereka membangun peradaban sebelum akhirnya binasa oleh adzab Allah Ta’ala.
Nasab Nabi Shalih ‘Alaihissalaam dan Pengutusan Beliau
Beliau ‘Alaihissalam bernama Shalih bin ‘Abid bin Masikh bin ‘Ubaid bin Hajr bin Tsamud bin Abir bin Iram bin Sam bin Nuh. Beliau termasuk anggota kaum Tsamud. Beliau diutus Allah ketika kemusyrikan dan kezhaliman merajalela di tengah-tengah kaumnya. Tentangnya, Allah Ta’ala berfirman :
وَإِلَى ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ قَدْ جَاءَتْكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ هَذِهِ نَاقَةُ اللَّهِ لَكُمْ آيَةً فَذَرُوهَا تَأْكُلْ فِي أَرْضِ اللَّهِ وَلا تَمَسُّوهَا بِسُوءٍ فَيَأْخُذَكُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ. وَاذْكُرُوا إِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَاءَ مِنْ بَعْدِ عَادٍ وَبَوَّأَكُمْ فِي الأرْضِ تَتَّخِذُونَ مِنْ سُهُولِهَا قُصُورًا وَتَنْحِتُونَ الْجِبَالَ بُيُوتًا فَاذْكُرُوا آلاءَ اللَّهِ وَلا تَعْثَوْا فِي الأرْضِ مُفْسِدِينَ
Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka, Shalih. Ia berkata. “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya, dengan gangguan apa pun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih. Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ‘Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.” [QS Al-A’raaf : 73-74]
Dikisahkan, bahwa setelah binasanya kaum ‘Aad karena tertimpa adzab angin yang dahsyat, Allah Ta’ala mengkaruniakan kepada kaum Tsamud suatu karunia dan kejayaan seperti pendahulunya tersebut. Mereka mampu membangun istana-istana yang megah pada tanah-tanah datar dan mereka juga adalah kaum pemahat gunung dan bukit-bukit untuk dijadikan tempat tinggal. Inilah nikmat yang sangat banyak yang Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan kepada mereka. Dan seperti yang sudah-sudah, akhirnya sejarah pun berulang kembali, terlenanya mereka oleh kehidupan duniawi, harta dan kesenangan, membuat mereka melupakan siapa Pencipta mereka, Iblis dan syetan pun membisikkan kejahatan ke dalam qalbu mereka. Seiring dengan semakin hilangnya ilmu, maka tauhid pun diabaikan, kaum Tsamud akhirnya mengulangi apa yang dilakukan kaum ‘Aad, yaitu menyembah berhala. Akhirnya Allah Ta’ala mengutus Nabi Shalih yang merupakan anggota kaum Tsamud.
Nabi Shalih berkata kepada kaumnya :
قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الأرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُجِيبٌ
Shalih berkata, “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).” [QS Huud : 61]
Kaum Tsamud membalas ajakan mulia beliau :
قَالُوا يَا صَالِحُ قَدْ كُنْتَ فِينَا مَرْجُوًّا قَبْلَ هَذَا أَتَنْهَانَا أَنْ نَعْبُدَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا وَإِنَّنَا لَفِي شَكٍّ مِمَّا تَدْعُونَا إِلَيْهِ مُرِيبٍ
Kaum Tsamud berkata, “Hai Shalih, sesungguhnya kamu sebelum ini adalah seorang di antara kami yang kami harapkan, apakah kamu melarang kami untuk menyembah apa yang disembah oleh bapak-bapak kami? dan sesungguhnya kami betul-betul dalam keraguan yang menggelisahkan terhadap agama yang kamu serukan kepada kami.” [QS Huud : 62]
“Sesungguhnya kamu sebelum ini adalah seorang yang kami harapkan,” maksudnya adalah sebelum Nabi Shalih mengajak untuk mengesakan Allah Ta’ala dan meninggalkan berhala-berhala yang disembah, kaumnya sangat mengharapkannya tumbuh sebagai manusia yang sempurna akal dan pikirannya, utamanya untuk meneruskan apa yang telah disembah oleh moyang-moyang mereka tersebut serta menjadi pemimpin dan pemuka kaum Tsamud.
Nabi Shalih berkata :
قَالَ يَا قَوْمِ أَرَأَيْتُمْ إِنْ كُنْتُ عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَآتَانِي مِنْهُ رَحْمَةً فَمَنْ يَنْصُرُنِي مِنَ اللَّهِ إِنْ عَصَيْتُهُ فَمَا تَزِيدُونَنِي غَيْرَ تَخْسِيرٍ
Shalih berkata, “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan diberi-Nya aku rahmat (kenabian) dari-Nya, maka siapakah yang akan menolong aku dari (azab) Allah jika aku mendurhakai-Nya. Sebab itu kamu tidak menambah apa pun kepadaku selain daripada kerugian.” [QS Huud : 63]
Perkataan beliau ini merupakan salah satu ciri-ciri khas para Nabi dan Rasul dalam berdakwah, mereka selalu menunjukkan tutur kata yang lemah lembut dan fasih dalam berbicara. Seperti halnya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam yang dikaruniai Jawami’ul Kalim (kalimat-kalimat yang ringkas namun mempunyai makna yang padat), begitupun Nabi Shalih. Beliau membantah pemikiran sesat kaumnya dengan bukti-bukti dan hujjah-hujjah yang kuat serta tak terbantahkan. Beliau menjelaskan bahwa beliau tidak kuasa menolong dari adzab Allah Ta’ala jika mereka semua mendurhakaiNya.
Kaum Tsamud berkata :
قَالُوا إِنَّمَا أَنْتَ مِنَ الْمُسَحَّرِينَ. مَا أَنْتَ إِلا بَشَرٌ مِثْلُنَا فَأْتِ بِآيَةٍ إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ
Mereka berkata, “Sesungguhnya kamu adalah salah seorang dari orang-orang yang terkena sihir, kamu tidak lain melainkan seorang manusia seperti kami, maka datangkanlah sesuatu mukjizat, jika kamu memang termasuk orang-orang yang benar.” [QS Asy-Syu’araa : 153-154]
Kaum Tsamud menyangka Nabi Shalih adalah seorang yang terkena sihir, mereka tidak mempercayai bahwa Nabi Shalih adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala oleh karena itu mereka pun meminta bukti berupa semacam mukjizat jika memang Nabi Shalih adalah utusan Allah dan agar beliau bisa menunjukkan sesuatu yang luar biasa.
Mengenai Unta Betina
قَالَ هَذِهِ نَاقَةٌ لَهَا شِرْبٌ وَلَكُمْ شِرْبُ يَوْمٍ مَعْلُومٍ. وَلا تَمَسُّوهَا بِسُوءٍ فَيَأْخُذَكُمْ عَذَابُ يَوْمٍ عَظِيمٍ
Shalih menjawab, “Ini seekor unta betina, ia mempunyai giliran untuk mendapatkan air, dan kamu mempunyai giliran pula untuk mendapatkan air di hari yang tertentu. Dan janganlah kamu sentuh unta betina itu dengan sesuatu kejahatan, yang menyebabkan kamu akan ditimpa oleh azab hari yang besar.” [QS Asy-Syu’araa : 155-156]
Al-Imaam Ibnu Jariir Ath-Thabariy [Jaami’ul Bayaan 8/226], menyebutkan bahwa diantara syarat-syarat yang diminta kaum Tsamud adalah seekor unta betina dari sebuah batu besar dengan ketentuan ia sedang mengandung (hamil) 10 bulan dan ia haruslah seekor unta yang besar. Nabi Shalih bertanya, “Apakah jika aku bawa ke hadapan kalian bukti-bukti yang kalian minta, kalian akan beriman dan percaya terhadap apa yang aku bawa?” Mereka menjawab, “Ya!” Kemudian Nabi Shalih bergegas ke tempat shalat dan mendirikan shalat sebanyak raka’at yang beliau mampu, beliau berdo’a kepada Allah Ta’ala agar mengabulkan dan mewujudkan permintaan mereka. Maka Allah Ta’ala pun memerintahkan batu itu untuk terbelah dan mengeluarkan seekor unta betina besar yang sedang mengandung 10 bulan dengan sifat-sifat yang sesuai dengan syarat-syarat mereka. Inilah bentuk kekuasaan Allah yang tak tertandingi, banyak dari mereka yang beriman namun masih lebih banyak mereka yang tetap dalam kekufuran dan penentangannya.
Disebutkan oleh Ibnu Jariir, orang-orang beriman dari kaum Tsamud dipimpin oleh Junda’ bin ‘Amr bin Mukhlah bin Labid bin Jawwas. Disaat pemimpin-pemimpin yang lain ingin beriman, tiba-tiba Dzu’aib bin ‘Umar bin Labid, Al-Hubbab dan Rabaab bin Sham’ar bin Jalhas menghadang mereka sementara Junda’ mengajak sepupunya yang bernama Syihaab yang juga pembesar kaum Tsamud. Dia ingin masuk Islam sebelum akhirnya memilih tetap dalam kesesatannya karena pengaruh ketiga orang tersebut.
Unta betina tersebut makan apapun dari lahan kaum Tsamud sesukanya dan meminum air setiap hari. Jika air sedang melimpah, unta itu minum dari air sumur pada hari itu juga sehingga orang-orang harus mengambil air pada hari ini untuk keperluan esok. Inilah bentuk ujian yang Allah timpakan kepada kaum Tsamud dengan sebab unta betina itu. Allah Ta’ala berfirman :
إِنَّا مُرْسِلُو النَّاقَةِ فِتْنَةً لَهُمْ فَارْتَقِبْهُمْ وَاصْطَبِرْ
Sesungguhnya Kami akan mengirimkan unta betina sebagai cobaan bagi mereka, maka tunggulah (tindakan) mereka dan bersabarlah. [QS Al-Qamar : 27]
Penyembelihan Unta Betina
Akhirnya orang-orang jahat itu tidak tahan, mereka merencanakan tindakan makar untuk menyembelih unta tersebut agar persediaan makanan dan air melimpah lagi, dan supaya mereka terbebas darinya. Allah Ta’ala berfirman :
فَعَقَرُوا النَّاقَةَ وَعَتَوْا عَنْ أَمْرِ رَبِّهِمْ وَقَالُوا يَا صَالِحُ ائْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ
Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka berlaku angkuh terhadap perintah Tuhan. Dan mereka berkata: “Hai Shalih, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang diutus (Allah)”. [QS Al-A’raaf : 77].
Disebutkan bahwa orang yang menyembelih unta adalah Qudar bin Salif bin Junda’, dikatakan bahwa ia anak hasil zina, dilahirkan dari hubungan ibunya dengan seseorang bernama Salif, putra dari Shiban. Ibnu Jariir [Jaami’ul Bayaan 8/228] menyebutkan bahwa ada 2 orang wanita dari kaum Tsamud, salah satunya bernama Shaduf binti Al-Mahayya, dia seorang janda. Wanita ini memanggil sepupunya yang bernama Mishra’ bin Mihraj lalu menawarkan dirinya (untuk berzina) jika Mishra’ berhasil menyembelih unta betina tersebut. Kemudian wanita yang satunya bernama Unaizah, seorang wanita tua kafir yang punya beberapa anak perempuan dari suaminya yang bernama Dzu’aib bin ‘Amr, pemuka kaum Tsamud. Wanita ini menawarkan putri-putrinya kepada Qudar bin Salif jika ia berhasil menyembelih unta. Kedua pemuda tadi mengajak kaumnya yang lain hingga 7 orang, jadilah mereka semua berjumlah 9 orang. Allah berfirman :
وَكَانَ فِي الْمَدِينَةِ تِسْعَةُ رَهْطٍ يُفْسِدُونَ فِي الأرْضِ وَلا يُصْلِحُونَ
Dan adalah di kota itu, sembilan orang laki-laki yang membuat kerusakan di muka bumi, dan mereka tidak berbuat kebaikan. [QS An-Naml : 48]
Mereka pun mengintai unta tersebut hingga menemukan waktu yang tepat. Kemudian mereka memanahnya hingga tulang betisnya lepas dan terseret, para wanita kaum Tsamud meniup seruling mengelilingi seluruh penjuru qabilah agar ikut serta menyembelih. Qudar bin Salif menebaskan pedangnya dan mengenai sendi engsel belakang kaki unta hingga ia tersungkur dan tergeletak. Unta itu berteriak dengan maksud memberi peringatan kepada anak-anaknya agar pergi menjauh. Akhirnya 1 tusukan di bagian hati kemudian lehernya membuat unta betina tersebut mati dan mereka pun menyembelihnya.
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada ‘Aliy radhiyallahu ‘anhu, “Maukah aku ceritakan mengenai orang yang paling sengsara?” ‘Aliy menjawab, “Ya.” Rasulullah melanjutkan, “Dua orang laki-laki, salah satunya laki-laki berkulit kemerahan dari kaum Tsamud yang menyembelih unta betina dan orang yang menebasmu pada bagian ini, wahai ‘Aliy -yaitu bagian kepala-, hingga membasahi ini -yaitu janggutnya-.” [Tafsiir Ibnu Abi Haatim no. 19352] – Dishahihkan Syaikh Al-Albaaniy, Shahiihul Jaami’ no. 2589.
Kaum Tsamud Mendapat Adzab
Orang-orang celaka yang menyembelih unta tersebut juga merencanakan makar untuk membunuh Nabi Shalih dan para pengikutnya. Allah Ta’ala berfirman :
فَعَقَرُوهَا فَقَالَ تَمَتَّعُوا فِي دَارِكُمْ ثَلاثَةَ أَيَّامٍ ذَلِكَ وَعْدٌ غَيْرُ مَكْذُوبٍ
Mereka membunuh unta itu, maka berkata Shalih: “Bersukarialah kamu sekalian di rumahmu selama tiga hari, itu adalah janji yang tidak dapat didustakan.” [QS Huud : 65]
Allah Yang Maha Melindungi telah mengirim batu-batu yang memporak-porandakan terlebih dulu kepada orang-orang yang hendak membunuh Nabi Shalih sebelum nanti adzab tersebut akan terkena pada kaum Tsamud secara keseluruhan. Nabi Shalih mengkhabarkan kepada kaum Tsamud bahwa esok hari, wajah mereka akan berubah menjadi kuning, kemudian esoknya lagi akan menjadi kemerah-merahan, kemudian esoknya lagi akan menghitam, dan barulah adzab yang mereka nanti-nantikan akan tiba. Tentu saja, kaum Tsamud mengolok-olok peringatan Nabi Shalih ini karena mereka memang kaum yang ingkar.
Hari Kamis, pagi hari, wajah-wajah mereka berubah menjadi kuning sebagaimana peringatan Nabi Shalih. Ketika hari beranjak sore mereka berkata, “Hari yang dijanjikan telah berlalu sehari.” Hari kedua yaitu hari Jum’at, wajah-wajah mereka berubah menjadi kemerah-merahan. Ketika hari beranjak sore mereka berseru, “Hari yang dijanjikan telah berlalu dua hari.” Tibalah hari ketiga, hari Sabtu, wajah-wajah mereka berubah menjadi hitam. Ketika hari beranjak sore mereka bersorak, “Hari-hari yang telah dijanjikan sudah berlalu.” Akhirnya, tibalah hari yang mereka nanti-nantikan, hari Ahad, hari jatuhnya adzab. Kaum Tsamud duduk di rumah-rumah mereka dan beraktivitas seperti biasa sembari menunggu adzab yang dijanjikan oleh Nabi Shalih. Ketika matahari terbit, tiba-tiba dan tak disangka-sangka, datanglah suara keras maha dahsyat lagi maha membinasakan dari arah langit disertai petir dan kilat yang menyambar-nyambar kemudian goncangan yang maha hebat dari bawah tanah mereka, ruh-ruh meninggalkan jasadnya, jiwa-jiwa binasa, tidak ada gerak-gerik manusia, sekonyong-konyong suasana menjadi sunyi senyap dan terjadilah adzab yang tiba-tiba tersebut. Kini, kaum Tsamud hanya berupa bangkai-bangkai tak bernyawa dan di kota itu tak ada lagi tanda-tanda kehidupan. Diriwayatkan bahwa tidak tersisa seorangpun kecuali seorang wanita tua bernama Kalbah binti As-Salq berjuluk Az-Zari’ah. Dia adalah wanita tua yang sangat kafir dan sangat memusuhi Nabi Shalih dan para pengikutnya. Ketika melihat adzab datang, ia berlari terbirit-birit menuju sebuah perkampungan Arab untuk memberitahu mereka akan apa yang ia lihat. Dia meminta minum tetapi kemudian dia mati setelah meminum minuman tersebut. Allah Ta’ala berfirman :
فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا نَجَّيْنَا صَالِحًا وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ بِرَحْمَةٍ مِنَّا وَمِنْ خِزْيِ يَوْمِئِذٍ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ الْقَوِيُّ الْعَزِيزُ. وَأَخَذَ الَّذِينَ ظَلَمُوا الصَّيْحَةُ فَأَصْبَحُوا فِي دِيَارِهِمْ جَاثِمِينَ. كَأَنْ لَمْ يَغْنَوْا فِيهَا أَلا إِنَّ ثَمُودَ كَفَرُوا رَبَّهُمْ أَلا بُعْدًا لِثَمُودَ
Maka tatkala datang adzab Kami, Kami selamatkan Shalih beserta orang-orang yang beriman bersama dia dengan rahmat dari Kami dan (Kami selamatkan) dari kehinaan di hari itu. Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa. Dan satu suara keras yang mengguntur menimpa orang-orang yang lalim itu, lalu mereka mati bergelimpangan di rumahnya. Seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, sesungguhnya kaum Tsamud mengingkari Tuhan mereka. Ingatlah, kebinasaanlah bagi kaum Tsamud. [QS Huud : 66-68]
Allah Ta’ala juga berfirman :
فَأَخَذَتْهُمُ الرَّجْفَةُ فَأَصْبَحُوا فِي دَارِهِمْ جَاثِمِينَ
Karena itu mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka. [QS Al-A’raaf : 78]
Nabi Shalih dan para pengikutnya telah keluar dari kota tersebut sebelum adzab datang. Beliau berkata :
وَقَالَ يَا قَوْمِ لَقَدْ أَبْلَغْتُكُمْ رِسَالَةَ رَبِّي وَنَصَحْتُ لَكُمْ وَلَكِنْ لا تُحِبُّونَ النَّاصِحِينَ
“Hai kaumku sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat.” [QS Al-A’raaf : 79]
Beliau telah berusaha memberi nasihat dan amanat Tuhannya dengan kefasihan berbicara, dengan hujjah dan bukti-bukti yang jelas, termasuk bukti Unta betina yang akhirnya mereka sembelih, namun kaumnya lebih memilih adzab ketimbang rahmat dan ampunan Allah Ta’ala. Hanya kepada Allah-lah kita memohon keselamatan dan perlindungan dari adzab dan siksaNya yang keras.
Rasulullah dan Para Sahabat Melewati Lembah Hijr Bekas Kaum Tsamud Saat Perang Tabuk
Tentang hal ini, telah terdapat sebuah hadits shahih yang diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnadnya, dari sahabat Ibnu ‘Umar -radhiyallahu ‘anhuma-, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah singgah bersama para sahabatnya di lembah Hijr pada tahun terjadinya perang Tabuk. Beliau singgah bersama mereka di bekas rumah-rumah kaum Tsamud. Para sahabat meminta beliau untuk mengambil air dari sumur yang biasa dipergunakan kaum Tsamud untuk minum. Dari air itu, mereka mengolah makanan dan memasak daging dengan pancinya. Serta merta Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam memberi perintah agar mereka menumpahkan panci-pancinya, dan masakannya diberikan kepada unta-untanya. Nabi terus melanjutkan perjalanan hingga singgah di sebuah sumur yang pernah digunakan unta nabi Shalih untuk minum. Beliau melarang mereka untuk memasuki kediaman kaum yang pernah diadzab itu. Beliau bersabda, “Aku khawatir, kalian akan ditimpa seperti yang menimpa mereka, maka janganlah kalian memasuki kediaman mereka.” [Musnad Ahmad no. 5948]
Dan, Al-Imaam Al-Bukhaariy meriwayatkan hadits serupa dari Ibnu ‘Umar, bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam ketika berjalan melewati Al-Hijr, beliau bersabda, “Janganlah kalian memasuki tempat tinggal orang-orang yang telah menzhalimi diri mereka sendiri kecuali jika kalian menangis, karena dikhawatirkan kalian akan terkena musibah sebagaimana mereka mendapatkannya.” Kemudian beliau menutup kepala dan wajah sedangkan beliau berada di atas tunggangan. [Shahiih Bukhaariy no. 3380]
Note: bila Nabi shalallahu'alaihi Wasallam melaramg para sahabat untuk memasuki rumah kaum tsamud dan melarang mengambil air dari sumur-sumur tersebut. Mengapa kita harus bersusah-susah melakukan safar untuk sesuatu yang tidak ada tuntunannya bahkan telah datang kabar larangan atas hal tersebut?? So saya nulis ini bukan untuk mempromosikan hal tersebut tapi semata-mata unuk saling mengingatkan hadits Nabi Shalallahu'alaihi Wasallam
Allahu a’lam
–Dinukil dari Al-Bidayah wa An-Nihayah karya Al-Haafizh Abul Fida’ Ibnu Katsiir, tahqiq Syaikh Dr. ‘Abdullaah bin ‘Abdul Muhsin At-Turkiy. Edisi Indonesia Penerbit Pustaka Azzam.–